Home  /  Berita  /  GoNews Group

Menurut Yusril Ihza Mahendra, DPR Sah-sah Saja Gunakan Hak Angket Terhadap KPK

Menurut Yusril Ihza Mahendra, DPR Sah-sah Saja Gunakan Hak Angket Terhadap KPK
Yusril Ihza Mahendra saat memberikan paparan hukum tata negara di depan Pansus Angket KPK. (Muslikhin/GoNews.co)
Senin, 10 Juli 2017 18:24 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Dalam pemaparannya di depan Pansus Hak Angket KPK, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan, sesuai dengan hukum ketatanegaraan, DPR dapat menggunakan hak angket terhadap KPK.

Sebab kata Yusril, KPK sejak awal dibentuk melalui undang-undang. Dan Undang-undang itu sendiri merupakan produk DPR yang hak pengawasannya sendiri adalah ada di DPR.

"Dapatkah DPR secara konstitusional melakukan angket terhadap KPK? Maka saya jawab, karena KPK dibentuk dengan undang-undang, maka untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang itu, DPR dapat melakukan angket terhadap KPK," kata Yusril, dalam rapat bersama Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017).

Masih lanjut Yusril, dalam UUD 1945 dengan jelas disebutkan, bahwa DPR mempunyai beberapa tugas dan kewenangan, yaitu di bidang legislasi, pengawasan dan anggaran.

Dan dalam rangka melaksanakan kewenangan di bidang pengawasan lah DPR dibekali sejumlah hak, termasuk angket. Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD disebutkan, bahwa DPR dapat melakukan angket terhadap pelaksanaan UU dan terhadap kebijakan Pemerintah.

"Apa yang mau diangket saya tidak akan jawab, bukan kewenangan saya. Tapi secara hukum tata negara, karena KPK dibentuk dengan UU, maka untuk menyelidiki sejauh mana UU pembentukan KPK sudah dilaksanakan dalam praktiknya, maka DPR dapat melakukan angket terhadap KPK," ucap Yusril.

Yusril juga menambahkan, angket dilakukan terhadap kebijakan Pemerintah (eksekutif). Dalam sistem ketatanegaraan, terdapat tiga organ, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif.

"KPK bukan termasuk kategori yudikatif, karena bukan merupakan badan pengadilan yang memeriksa dan mengadili. KPK juga bukan termasuk badan legislatif karena tak memproduksi peraturan perundang-undangan," paparnya.

Kecuali kata dia, peraturan internal yang dibuat khusus untuk KPK atau membuat peraturan karena perintah peraturan perundangan yang lebih tinggi. "Eksekutif, apakah masuk? Iya," ujar Yusril.

Alasannya, amanat dari UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saat itu menyebutkan dalam tempo dua tahun sudah harus terbentuk komisi pemberantasan korupsi yang bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara-perkara korupsi.

"Tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan adalah tugas eksekutif, bukan legislatif dan yudikatif," tutur Yusril.

Di samping itu, dalam proses pembentukannya, sempat ada kekhawatiran tumpang tindih antara KPK dengan lembaga lain, yakni Kepolisian dan Kejaksaan. Kekhawatiran tersebut diungkapkan pertama kali oleh Fraksi TNI/Polri.

"Kalau tumpang tindihnya dengan polisi dan jaksa, jelas antar organ eksekutif. Tumpang tindih biasanya dalam satu organ," ujarnya. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/