Home  /  Berita  /  Umum

Wow... Wisata "Anti-Mainstream" ala Bukittinggi, Turis Diangkut Truk, Makan "Bajamba" dan Ikut "Mairiak" Padi

Wow... Wisata Anti-Mainstream ala Bukittinggi, Turis Diangkut Truk, Makan Bajamba dan Ikut Mairiak Padi
ilustrasi mairiak padi.
Senin, 12 Oktober 2015 19:14 WIB
Penulis: .
BUKITTINGGI, GOSUMBAR.COM - Rombongan turis asing yang menikmati perjalanan dengan menggunakan bus nyaman ber-AC adalah hal yang biasa. Tetapi, bagaimana kalau ada rombongan turis bule diboyong naik truk, tidak ubahnya seperti mengangkut sapi ke rumah potong?

Atau rombongan wisatawan asing yang makan "bajamba" di pelosok desa dan kemudian ikut "mairiak" padi di sawah? Makan bajamba adalah budaya makan bersama membentuk lingkaran dengan hidangan makanan khas Minang yang dialasi daun pisang.

Makan bajamba biasanya dilakukan pada saat acara adat, bergotong royong, atau keramaian lainnya. Tetapi, sekarang makan bajamba bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, biasanya pada acara kumpul-kumpul keluarga atau reuni sekolah.

Sementara mairiak padi adalah panen secara gotong royong yang dilakukan dengan cara merontokkan butir-butir padi dari tangkainya menggunakan telapak kaki, bukan dengan teknik membanting.

Itulah yang dilakukan oleh Doddy, seorang pemandu wisata bersama istrinya Meriwati di Desa Gaduik, Kabupaten Agam, sekitar sembilan kilometer di utara Bukittinggi, Sumatera Barat.

Pengalaman sebagai pemandu selama 25 tahun membuat Doddy, pria kelahiran 48 tahun lalu itu, menyadari betul bahwa pada dasarnya turis asing, terutama yang berasal dari Eropa, datang ke suatu daerah bukan untuk sekadar menikmati keindahan alamnya, tapi juga sekaligus berinteraksi langsung dan mencoba kebiasaan masyarakat setempat.

"Pada umumnya turis asing sangat senang untuk diajak sedikit bertualang dan mencoba sensasi baru yang tidak mereka dapatkan di tempat lain," kata Doddy, lulusan salah satu perguruan tinggi swasta di Padang itu.

Dalam hal penyediaan makan siang atau makan malam pun, tamu asing tidak mencicipi hidangan yang ada di hotel atau restoran biasa, tapi di rumah kediamannya yang berada di desa.

Berawal dari banyaknya keluhan tamunya yang sebagian besar berasal dari Belanda dan Jerman soal makanan yang pedas dan tidak cocok dengan lidah mereka, Doddy pun menawarkan solusi, yaitu makan di rumahnya dengan menu masakan istrinya.

"Mereka sering mengeluh sakit perut karena makanan yang terlalu banyak cabai dan meminta saya untuk menyediakan makan yang banyak sayur-sayuran. Saya pun kemudian sediakan permintaan mereka, yaitu makan di rumah saya," katanya.

Makanan yang disediakan tetap masakan khas padang, tetapi sudah disesuaikan dengan selera turis asing yang suka makan sayur segar dan tidak suka pedas. Saat makan bersama, Doddy beserta istri pun mengajari tamu bule tersebut mengenai tata cara makan yang berlaku dalam masyarakat Minang.

"Mereka makan bukan di atas meja, tapi bersila di lantai dan tidak boleh makan pakai sendok. Kaum perempuan tidak boleh duduk bersila dengan mengangkang, tapi bersimpuh," kata Meri, istri Doddy yang bertanggung jawab atas urusan masak-memasak. ***

Sumber:kompas.com
Kategori:Agam, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/