Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
18 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
2
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
18 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Sumatera Barat
17 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
Kuasa Hukum Tepis Isu Sarwendah Ajukan Gugatan Cerai kepada Ruben Onsu
Umum
7 jam yang lalu
Kuasa Hukum Tepis Isu Sarwendah Ajukan Gugatan Cerai kepada Ruben Onsu
5
Ria Ricis Resmi Jadi Janda, Teuku Ryan Wajib Nafkahi Anak
Umum
7 jam yang lalu
Ria Ricis Resmi Jadi Janda, Teuku Ryan Wajib Nafkahi Anak
6
Icha Yang Pukau Pengunjung Whiterabit Monteyra
Nasional
6 jam yang lalu
Icha Yang Pukau Pengunjung Whiterabit Monteyra
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Politik

PAN: Mayoritas Parpol dan Masyarakat Ingin Sistem Proporsional Terbuka di Pemilu 2024

PAN: Mayoritas Parpol dan Masyarakat Ingin Sistem Proporsional Terbuka di Pemilu 2024
Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Daulay. (Foto : Istimewa)
Selasa, 03 Januari 2023 11:29 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional atau PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan mayoritas partai politik masih menginginkan Pemilu 2024 digelar dengan sistem proporsional terbuka. Pun dengan masyarakat.

Menurut dia, pendapat-pendapat ini mestinya didengar oleh hakim konstitusi yang tengah menangani perkara gugatan uji materiil soal sistem proporsional terbuka.

“Pemilu itu kan milik masyarakat. Pesertanya adalah juga anggota masyarakat yang tergabung dalam organisasi yang bernama partai politik. Sudah semestinya seluruh penyelenggaraannya sesuai dengan harapan mayoritas masyarakat,” kata Saleh dalam keterangannya, Selasa, 3 Januari 2023.

Dia menjelaskan, sistem proporsional terbuka membuat partisipasi masyarakat dalam Pemilu lebih luas. Sebab, masyarakat bisa mendukung dan mencalonkan tokoh yang dinilai layak dan berkualitas. Bahkan, kata Saleh, masyarakat bisa menentukan secara langsung calon anggota legislatif yang terbaik menurut mereka.

Ia mengingatkan bahwa inti dari demokrasi adalah partisipasi dan keterbukaan. Dia menyebut demokrasi bakal mundur jika keterlibatan publik dipinggirkan. Apalagi, dia melanjutkan, jika penentuan caleg ditunaikan secara tertutup dan terkonsentrasi di lingkup internal partai.

“Sistem proporsionalitas terbuka mungkin dinilai tidak sempurna. Itu hal yang wajar. Tetapi bukan berarti sistem itu diganti dengan yang lebih tidak sempurna. Justru, ketidaksempurnaannya itu yang perlu dilengkapi dan diperbaiki,” kata dia.

Toh jika sistem proporsional terbuka disebut membuka peluang money politics, kata Saleh, maka mestinya instrumen pengawasan dan penegakan hukum yang perlu ditingkatkan, alih-alih menyalahkan sistem. Dia mengatakan penyelenggara Pemilu di Indonesia sudah lengkap dan bisa dioptimalkan untuk menggelar Pemilu yang berkeadilan.

Menurut Saleh, praktik money politics sebenarnya tidak hanya bisa terjadi pada sistem proporsional terbuka. Dia menyebut sistem proporsional tertutup pun memungkinkan terjadinya praktik ini.

"Caleg-caleg kan otomatis berburu nomor urut. Pasti ada kontestasi di internal partai. Di titik ini, ada peluang money politics ke oknum elite partai untuk dapat nomor bagus. Money politics ini menurut saya lebih bahaya. Tertutup dan tidak kelihatan. Hanya orang tertentu yang punya akses,” ujarnya.

Tak hanya itu, Saleh menyebut praktik politik uang dalam sistem proporsional tertutup bisa kembali dilakukan di masyarakat usai mendapatkan nomor urut bagus. Kendati mengkampanyekan untuk memilih partai, Saleh menilai peluang melakukan pelanggaran selalu ada.

Oleh sebab itu, Saleh menyebut solusi money politics bukan dengan mengganti sistem, melainkan memunculkan kesadaran politik di tengah masyarakat. Dia mengatakan uang yang dimiliki caleg tidak berarti jika masyarakat menolaknya. Di sisi lain, perangkat pengawasan yang baik bakal menunjang tindakan preventif terhadap money politics.

“Lagian, pemilu Indonesia itu sudah sering mendapat pujian dari luar negeri. Sudah berkali-kali kita melaksanakan Pilpres, Pileg dan Pilkada. Semuanya berhasil dengan baik. Adapun pernak-perniknya, bisa diselesaikan melalui jalur hukum,” kata dia.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai sistem proporsional terbuka dalam Pemilu telah menciptakan liberalisasi politik. Ia menyebut sudah melakukan penelitian khusus ihwal kondisi liberalisasi politik yang mendorong partai politik menjadi partai elektoral. Dampaknya, kata dia, muncul kapitalisasi politik, oligarki politik, hingga persaingan bebas dengan segala cara.

Oleh sebab itu, Hasto menerangkan kongres ke-V PDIP memutuskan sistem Pemilu anggota legislatif dengan proporsional tertutup bisa diterapkan sesuai dengan perintah konstitusi. Dia menjelaskan, sistem ini akan mendorong proses kaderisasi parpol dan berdampak pada pencegahan berbagai bentuk liberalisasi politik.

“Selanjutnya juga memberikan insentif bagi meningkatkan kinerja di DPR, dan pada saat bersamaan karena ini adalah Pemilu serentak antara Pileg dan Pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan bisa ditekan,” kata Hasto usai acara Refleksi Akhir Tahun 2022 DPP PDIP, Jumat, 30 Desember 2022.

Selain itu, dia melanjutkan, sistem proporsional tertutup bisa menekan biaya Pemilu mengingat kondisi perekonomian saat ini sedang menghadapi berbagai persoalan. Sehingga, PDIP berpandangan kiranya sistem ini bisa ditetapkan. “Tetapi, hal itu sekiranya jadi ranah dari DPR terkait hal tersebut,” ujarnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/