Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
China Juara dan Indonesia Runner Up Piala Thomas 2024
Olahraga
24 jam yang lalu
China Juara dan Indonesia Runner Up Piala Thomas 2024
2
Tampil Trengginas, Korea Utara Bekuk Korea Selatan
Sepakbola
4 jam yang lalu
Tampil Trengginas, Korea Utara Bekuk Korea Selatan
3
Timnas U 17 Wanita Tatap Laga Perdana Melawan Filipina di Piala Asia U 17 AFC 2024
Sumatera Barat
4 jam yang lalu
Timnas U 17 Wanita Tatap Laga Perdana Melawan Filipina di Piala Asia U 17 AFC 2024
4
Chand Kelvin dan Dea Sahirah Sudah Resmi Bertunangan
Umum
3 jam yang lalu
Chand Kelvin dan Dea Sahirah Sudah Resmi Bertunangan
5
Melanggar Lalu Lintas, Gisele Bündchen Kena Tilang Polisi
Umum
3 jam yang lalu
Melanggar Lalu Lintas, Gisele Bündchen Kena Tilang Polisi
6
Rizky Febian Siap Lepas Masa Lajang, Mahalini Syahadat Sebelum Akad
Umum
4 jam yang lalu
Rizky Febian Siap Lepas Masa Lajang, Mahalini Syahadat Sebelum Akad
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Peristiwa

Hilangnya Kewenangan jadi Salah Satu Alasan DPD RI Wacanakan Amandemen UUD 45

Hilangnya Kewenangan jadi Salah Satu Alasan DPD RI Wacanakan Amandemen UUD 45
Ketua DPD RI, LaNyalla M Mattaliti. (Foto: Istimewa)
Minggu, 06 Juni 2021 01:00 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
YOGYAKARTA - Hilangnya kewenangan DPD RI untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden, menjadi salah satu alasan DPD RI mewacanakan amandemen ke-5 UUD 1945.

Untuk itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berharap ada kesadaran dari para pemangku kepentingan untuk membawa arah pembangunan negara menjadi lebih baik.

"Inilah saatnya kita mengetuk pintu hati para elite partai politik untuk lebih memikirkan masa depan bangsa. Karena bila negeri ini maju, percayalah, semua kepentingan kelompok akan ikut maju," ungkap LaNyalla saat menjadi keynote speaker dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Presidential Threshold: Antara Manfaat dan Mudarat' di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (5/6/2021).

Menurutnya, amandemen konstitusi pada 1999-2002 telah mengkerdilkan wewenang DPD. Sebelum amandemen, MPR yang terdiri dari utusan golongan, utusan daerah, dan partai politik bisa mengusung pasangan capres-cawapres.

Setelah amandemen, utusan golongan menghilang, utusan daerah menjelma menjadi DPD, dan partai politik tetap ada lewat DPR RI. Hanya saja, kewenangan DPD untuk bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden juga ikut hilang.

Padahal sejatinya, setiap warga negara berhak untuk dipilih, termasuk putra putri daerah non-partisan atau dari luar partai politik. Namun akibat amandemen yang melahirkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kesempatan tersebut hilang sebab UU tersebut mengatur soal ambang batas calon presiden-wakil presiden atau presidential threshold sehingga capres-cawapres hanya bisa diusung partai politik.

"Bersamaan dengan itu, penguatan DPD RI sebagai wakil daerah, sudah seharusnya juga kita gelorakan bersama. Agar tercipta penyeimbang ideal bagi DPR RI," ucap LaNyalla.

Ia pun meminta political will dari Presiden Joko Widodo untuk mendorong tindakan korektif terhadap arah perjalanan bangsa ini. "Karena pemerintah hanya bertugas menjalankan Undang-Undang, sementara banyak UU yang kita yakini harus dikoreksi," sambungnya.

Dalam konteks Presidential Threshold, DPD RI telah mewacanakan perubahan. Untuk diketahui, ambang batas capres merupakan syarat pasangan calon di Pilpres, pasangan calon harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Menurut LaNyalla, rencana DPD sejalan dengan keinginan rakyat agar dalam Amandemen ke-5 nanti aturan tentang pencalonan presiden harus diperjelas sehingga tidak ditafsirkan yang berbeda melalui Undang-Undang sehingga lahir aturan Presidential Threshold.

"Dan bila rakyat, khususnya kaum terdidik di kampus sungguh- sungguh menghendakinya, maka DPD RI siap menjadi wadah yang menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat," kata LaNyalla.

Mantan Ketum PSSI itu menganggap Amandemen Konstitusi ke-5 akan membuat tafsir konstitusi Indonesia menjadi jelas. Selain itu juga agar tidak diplintir melalui aturan turunannya dalam bentuk Undang-Undang dan regulasi lainnya.

Pembicara terakhir dalam FGD, Ridho Al Hamdi setuju penghapusan ambang batas capres atau Presidential Threshold 0%. Namun dia tidak yakin partai politik akan memberikan peluang itu. "Yang paling berkepentingan memang parpol. Yang bisa menggugat ke MK pun yang bisa adalah parpol, gabungan parpol atau setidaknya didukung parpol. Saya kira tugas DPD kemudian adalah melobi atau meyakinkan parpol agar sama-sama mau menghapuskan ambang batas pencalonan presiden," katanya.

Ridho juga menjelaskan sistem demokrasi di Indonesia bisa dibilang memang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. "Kita seolah-olah seperti berdemokrasi, namun dalam banyak hal kita ini dibungkam dengan aturan," katanya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/