Home  /  Berita  /  GoNews Group

Penanggulangan Bencana Butuh Kelembagaan Level Kementerian

Penanggulangan Bencana Butuh Kelembagaan Level Kementerian
Tangkapan layar seminar daring SEJAJAR terkait materi usulan untuk RUU PB. (Gambar: Ist.)
Kamis, 23 Juli 2020 17:08 WIB
JAKARTA - SEJAJAR bersama Aliansi Masyarakat Sipil untuk Penguatan UU PB (AMPU), telah secara aktif mengajak OMS (Organisasi Masyarakat Sipil)-LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) berpartisipasi dalam membahas dan memberi masukan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Bencana (PB) 2020.

Pada Selasa (22/7/2020) lalu, SEJAJAR mengundang Puji Pujiono (Pujiono Centre dan Pemrakarsa SEJAJAR), Titi Moektijasih (UN OCHA), Khotimun Sutanti (MDMC PP Muhammadiyah), dan Robert Sulistyo (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies/IFRC), dalam seminar jaring aspirasi yang diselenggarakan secara semi daring.

"Ya kita menjaring aspirasi publik dan mensosialisasikannya. Terkait; Pandangan dan masukan OMS-LSM untuk RUU PB; Memahami hal ihwal, perkembangan, dan isi RUU PB; dan Potensi implikasinya terhadap publik," kata moderator acara, Nukila Evanty kepada wartawan, Kamis (23/7/2020).

Ia mengungkapkan, beberapa point krusial mengemuka dan akan jadi usulan untuk RUU PB.

Pertama, bahwa perlu dimutakhirkan definisi/konsep 'bencana' dalam RUU PB yang sudah banyak tertinggal dari perkembangan paradigma internasional. Bencana menurut UU 24/2007 masih didefinisikan sebagai suatu rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, non alam, dan manusia.

"Itu dianggap kurang tepat lagi karena seharusnya bencana didefinisikan sebagai suatu keadaan terancamnya atau terganggunya secara signifikan tata kehidupan dan penghidupan masyarakat akibat timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, kerugian sosial dan/atau dampak psikologis yang diakibatkan oleh keadaan atau peristiwa berbahaya yang disebabkan faktor alam, faktor non alam, dan/atau faktor manusia," kata Nukila.

Kedua, perlunya mendefinisikan bahaya atau hazards dari bencana (alam dan non alam).

Ketiga, lanjut Nukila, kelembagaan yang diberi mandat penyelenggaraan penanggulangan bencana diusulkan diubah dalam bentuk Kementerian Negara yang juga suatu Badan yang menjalankan fungsi koordinasi dalam keadaan normal, fungsi komando pada keadaan darurat.

"Ini juga diperlukan untuk memastikan pengarusutamaan dan lintas sektoral dalam penanggulangan bencana semakin menguat. Memperkuat ruang layanan pada korban bencana di antaranya berupa perlindungan sosial (social protection) dan jaminan sosial, termasuk memperkuat akses kesehatan (asuransi) untuk korban bencana; Pengalokasian prosentase tetap anggaran untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana dari skema APBN dan APBD, misalnya 2% untuk dana siap pakai," ulasnya.

Kementerian tersebut, nantinya juga berperan dalam penguatan peran masyarakat sipil yang diantaranya mengenai hak dan kewajiban dalam partisipasi masyarakat sipil dalam penanggulangan bencana, "termasuk memastikan partisipasi dan perhatian pada situasi dan kebutuhan kelompok perempuan dan kelompok rentan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,".***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:Hukum, Politik, Lingkungan, Nasional, Kesehatan, GoNews Group
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77