Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
Olahraga
6 jam yang lalu
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
2
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
Olahraga
6 jam yang lalu
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
3
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
3 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
4
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
2 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Politik

Masih Ada 7 WNI Yang Terancam Hukuman Mati, Gus Jazil Minta Pemerintah Belajar dari Kasus Eti

Masih Ada 7 WNI Yang Terancam Hukuman Mati, Gus Jazil Minta Pemerintah Belajar dari Kasus Eti
Wakil Ketua MPR RI, Jazilul Fawaid. (GoNews.co)
Senin, 06 Juli 2020 19:13 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Jazilul Fawaid, merasa prihatin terkait kasus yang menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) Eti Binti Toyib di Arab Saudi, yang terancam hukuman pancung.

Meski sudah berhasil diloloskan dari hukuman itu, Gus Jazil sapaaan akrabnya mengaku kecewa, lantaran pendampingan hukum terhadap Eti sangat lamban. Jika pendampingan hukum dilakukan cepat, Waketum DPP PKB ini yakin kalau Eti tak akan menunggu selama 18 tahun didalam penjara di Arab Saudi.

Dimana PMI asal Majalengka itu dipenjara sejak tahun 2002 atas tuduhan meracuni majikan dan bebas dari ancaman hukuman mati. "Alhamdulillah, diselamatkannya nyawa satu orang ini menandakan kita telah mengedepankan kegotong royongan untuk kemanusiaan. Tapi, kita harapkan kasus yang menimpa Eti kali ini terakhir. Kita juga meminta pendampingan kasus PMI lebih cepat. Bayangkan, 18 tahun Eti harus bersabar dipenjara karena pendampingan hukum kita yang kurang cepat," ucap Jazuli di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang Selatan, Senin (6/7/2020) saat menjemput Eti di Bndara Soetta.

Jazilul mengatakan, nego harga untuk uang ganti rugi (Diyat) terhadap keluarga korban sempat alot. Kata Jazilul, pihak ahli waris awalnya meminta uang diyat sebesar sebesar 30 juta real atau Rp 107 miliar. "Akhirnya setelah dinego-nego turun ke Rp 40 milar, lalu turun lagi dan deal di angka 4 juta real atau Rp 15,2 miliar," jelas Jazilul.

Pria asal Bawean Gresik itu menjelaskan, uang diyat tersebut didapati dari sumbangan dari berbagai pihak di Indonesia.Serta pihak lain dermawan santri, kalangan pengusaha, birokrat, politisi, akademisi, masyarakat Jawa Barat dan komunitas filantrop. Termasuk Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan PKB, membayarkan diyat. Dana dikumpulkan selama 7 bulan. Ia pun mengapresiasi semua penyumbang uang diyat tersebut.

Ketika ditanyai awak media, apakah kasus Eti di Arab Saudi adalah kasus yang terakhir?. Jazilul tak mengamini pertanyaan awak media. "Kasus serupa masih ada 7 WNI kita (yang terancam hukum pancung) di Arab. Tapi pesan saya adalah siapapun dan apapun atas nama kemanusian tidak boleh (wajib menyelamatkan WNI)," harap Jazilul.

Lebih lanjut, ia juga menyayangkan karena hingga saat ini Pemerintah Indonesia baru mampu membuat pendampingan hukum bagi PMI. Sedangkan anggaran untuk menyelamatkan para pekerja yang telah menumbuhkan banyak devisa negara kata Dia, belum ada. "Uang bayar denda itu nggak ada (di pemerintahan). Jadi kami ini melakukan patungan dan inisiator PKB selama 2-3 tahun. Sekalipun ada asuransi juga nggak bisa cover biaya sebesar itu. Tetapi saya yakin, jika Menlu, Mensos dan Menaker bekerja sama. Banyak nyawa yang di selamatkan," tandas Jazilul.

Diketahui, kronologis kasus yang dialami perempuan asal Desa Cidadap Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka itu divonis hukuman mati qishash berdasarkan Putusan Pengadilan Umum Thaif No. 75/17/8 tanggal 22/04/1424H (23/06/2003M) yang telah disahkan oleh Mahkamah Banding dengan nomor 307/Kho/2/1 tanggal 17/07/1428 dan telah disetujui oleh Mahkamah Agung dengan No: 1938/4 tanggal 2/12/1429 H karena membunuh majikannya warga negara Arab Saudi, Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi dengan cara diberi racun.

Tiga bulan setelah Faisal Bin Said Abdullah Al Ghamdi meninggal dunia, seorang WNI bernama EMA atau Aminah (pekerja rumah tangga di rumah sang majikan) memberikan keterangan bahwa Eti Toyib telah membunuh majikan dengan cara meracun. Pembicaraan tersebut direkam oleh seorang keluarga majikan. Rekaman tersebut diperdengarkan oleh Penyidik saat mengintrogasi Eti Toyib Anwar pada Tanggal 16/1/2002 malam silam, yang mengakibatkan adanya pengakuan Eti Toyib bahwa yang bersangkutan telah membunuh majikan.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/