Home  /  Berita  /  Kesehatan

Wabah Corona Belum Usai, 3 Provinsi Termasuk Riau Bersiap Hadapi Bencana Asap

Wabah Corona Belum Usai, 3 Provinsi Termasuk Riau Bersiap Hadapi Bencana Asap
Ilustrasi kabut asap di Riau. (Istimewa)
Selasa, 12 Mei 2020 04:00 WIB
JAKARTA - Masyarakat Indonesia benar-benar sedang diuji. Saat Pandemi Corona belum usai, bencana kekeringan juga mengancam sejumlah wilayah.

Menghadapi musim kemarau, khusunya di tiga Provinsi, yakni Riau, Jambi dan Sumatera Selatan, warga diminta waspada bencana karhutla dan asap.

Pemerintah sendiri segera meluncurkan Pelaksanaan Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan, mulai 11 Mei 2020 untuk wilayah Riau, Jambi dan Sumatera Selatan.  

Hal ini untuk antisipasi jelang musim panas serta mencegah kekeringan gambut yang mudah terbakar. 

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman mengatakan, TMC untuk rekayasa hujan buatan dimaksudkan untuk membasahi lahan-lahan gambut di musim kemarau, dengan mengisi kanal-kanal, embung dan kolam-kolam retensi.

"Operasi TMC ini akan diawali dengan pembentukan 2 posko di wilayah Sumatera, yaitu Posko Pekanbaru yang meliputi wilayah Provinsi Riau dan sebagian Jambi, serta Posko Palembang, untuk wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan sebagian Jambi. Operasi TMC ini akan dilaksanakan selama 15 hari di masing-masing posko," ujar Ruandha saat peluncuran TMC virtual yang diikuti pejabat dari KLHK, BMKG, BPPT, BNPB, BRG, BPBD, Danlanud, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kepala Dinas Kehutanan provinsi terkait, Senin (11/05).

Sesuai dengan prediksi dan rekomendasi BMKG  akan dibentuk lagi 3  Posko serupa di wilayah Kalimantan, yaitu Posko Kalteng-Kalsel, Posko Kalbar dan Posko Kaltim-Kaltara. 

"Diharapkan pelaksanaan TMC dapat mencegah terjadinya karhutla dan menekan angka karhutla tahun ini secara nasional, khususnya di provinsi-provinsi bergambut yang rawan karhutla,” tambahnya.

Pada prinsipnya, operasi TMC meniru proses alamiah yang terjadi di dalam awan. Sejumlah partikel higroskopik yang dibawa dengan pesawat ditambahkan langsung ke dalam awan jenis Cumulus (awan hujan) agar proses pengumpulan tetes air di dalam awan segera dimulai. 

Dengan berlangsungnya pembesaran tetes secara lebih efektif, maka proses hujan menjadi lebih cepat dan menghasilkan curah hujan yang lebih banyak.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyampaikan terima kasih dan penghargaan pada semua pihak yang terlibat dalam pengendalian karhutla.

Tim Satgas lapangan ini tidak hanya bekerja di titik terdepan saat terjadi karhutla, namun juga rutin turun melakukan sosialisasi bahaya karhutla dan penyebaran Covid-19 secara door to door. 

Satgas Karhutla yang terdiri dari Manggala Agni KLHK, TNI, Polri, BNPB, BPPT, BMKG, BPBD, Pemda, pihak swasta seperti dari RAPP dan Sinar Mas, Masyarakat Peduli Api (MPA), serta para relawan dari berbagai kelompok masyarakat lainnya, secara rutin dan konsisten tetap melakukan upaya-upaya pengendalian Karhutla, dengan tetap menerapkan protokol Covid-19.

"Saya ucapkan terima kasih pada tim di lapangan, tetap jaga kesehatan dan keselamatan. Kolaborasi kerja di tingkat tapak oleh semua pihak sangat penting dilakukan. Karena mengendalikan Karhutla tidak bisa menunggu, upaya antisipasi seperti TMC dan patroli rutin menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan. Saya terus mengikuti laporan dari lapangan setiap hari,'' kata Siti.

Lebih lanjut Siti menjelaskan, beberapa lokasi gambut yang terjadi kebakaran berulang, harus tetap mendapat perhatian serius. Para pihak harus memastikan bahwa gambut tetap dalam kondisi basah.

"Bapak Presiden sudah mengingatkan untuk terus waspada dan lakukan pencegahan sedini mungkin,” ujar Siti.

Selama kurun waktu 2016 hingga Maret 2020 telah berhasil dipulihkan ekosistem gambut yang rusak seluas 3.474.687,72 ha, dalam bentuk penanganan tata kelola air (pembasahan) melalui pembangunan dan pengoperasian 27.889 unit sekat kanal, rehabilitasi vegetasi seluas 4.438,70 ha, dan mendorong suksesi alami pada area seluas 306.112 ha. 

Tercatat nilai rata-rata Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) setelah intervensi pemulihan ekosistem gambut pada sebanyak 10.690 unit titik kontrol penaatan yang tersebar di 12 Provinsi, yaitu pada angka 0,55 meter pada tahun 2019, dan membaik menjadi 0,46 meter pada Kuartal I tahun 2020. Hasil analisis pada Peta area yang diintervensi dengan data karhutla tahun 2019, menunjukkan bahwa tidak terdapat karhutla di areal-areal yang sudah diintervensi, baik di areal konsesi maupun lahan masyarakat.***

Editor:Muslikhin Effendy
Sumber:rmco.id
Kategori:Peristiwa, Pemerintahan, Lingkungan, Kesehatan, GoNews Group
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77