Home  /  Berita  /  GoNews Group

Cerita Mahasiswi yang Cuti untuk 'Jual Diri' di Puncak

Cerita Mahasiswi yang Cuti untuk Jual Diri di Puncak
Ilustrasi: Ist.
Sabtu, 28 Desember 2019 14:01 WIB
JAKARTA - Korban praktik perdagangan manusia berkedok kawin kontrak ternyata ada juga yang dari kalangan mahasiswi. Sebut saja Mawar, mengatakan dirinya ikut terlibat dalam praktik tersebut karena terdesak dan coba memanfaatkan kesempatan untuk meraih jutaan rupiah dalam waktu singkat.

Reportase Tempo melaporkan, Mawar mengatakan dari hasil kawin kontrak, dia bisa menutupi biaya kuliahnya yang mahal dan mengirimi uang untuk orang tuanya di kampung.

"Saya merantau ke sini, awalnya saya niat kerja. Tapi diajak teman (jual diri), ya saya ikut aja. Biaya hidup kan mahal sekarang," kata wanita yang mengaku berasal dari salah satu Kota di pulau Sumatera ini kepada Tempo, saat ditemui di salah satu rumah makan di kawasan Puncak, Jumat (27/12/2019) malam.

Mulanya, Mawar mengaku hanya ikut menemani salah satu temannya menerima klien atau bookingan. Namun seiring berjalannya waktu, ia tergoda bujuk rayu temannya soal nominal yang bisa didapatkan.

Mawar pun akhirnya terjebak dalam praktik haram tersebut. Ia mengaku tergiur dengan nominal angka yang ditawarkan, terutama ketika dirinya masih perawan. Kala itu, kata dia, seorang turis asal Sudan bersedia membayar mahar sebesar Rp 50 juta untuk dua pekan kawin kontrak.

Setiap harinya pun, Mawar diberi uang 'nafkah' sebesar Rp 750 ribu untuk keperluan dapur dan uang saku. Namun ia harus melayani suami kontraknya itu hampir setiap hari pula.

Dari harga mahar Rp 50 juta tersebut, tidak sepenuhnya dikantongi Mawar. Uang itu dibagi juga untuk jalar atau penghubung alias muncikari. Sang jalar mendapat jatah Rp 10 juta atas perannya sebagai penghubung dan wali nikah.

Menurut Mawar, jalar biasanya berpura-pura sebagai ayahnya untuk menikahkan dia dengan klien. Selain untuk jalar, uang dibagi untuk penghulu dan dua saksi. Penghulu mendapat Rp 2 juta, sedangkan masing-masing saksi mendapat Rp 500 ribu.

Sebelum menikah siri untuk kawin kontrak, Mawar biasanya diberi arahan oleh sang jalar. "Jadi sebelum saya diketemukan dengan calon, saya diberi dulu arahan harus gimana dan bicara apa oleh si Jalar," kata dia.

Saat menjadi 'istri' kontrak, Mawar menyebut setiap hari hidup berdampingan dengan suaminya layaknya pasangan suami istri yang sah. Bahkan Mawar mengaku jika mendapat bookingan, dia harus merelakan waktunya untuk belajar ke kampus.

Karena alasan itu, sudah enam tahun ia berkuliah namun belum juga menjadi sarjana. "Saya ambil cuti satu semester dalam setahun kadang awal atau akhir, tergantung rame (turis) nya," kata Mawar.

Sejak melakoni kawin kontrak, Mawar mengaku pernah mendapat mahar tertinggi sampai Rp 25 juta. Namun rata-rata, ia mendapat mahar Rp 10-15 juta, tergantung asal turis. Jika sang suami menyukai pelayanan istri kontraknya, Mawar menyebut bisa saja diberi hal lain seperti dibelikan villa atau tanah.

Praktik kawin kontrak di Puncak diketahui sudah terjadi sejak 2000-an. Yang terbaru, Polres Bogor menangkap empat orang muncikari dan enam perempuan yang akan dijual kepada pria hidung belang pada 23 Desember lalu.

Para pelanggan kawin kontrak diketahui merupakan turis dari Timur Tengah. Ada juga yang berasal dari Eropa dan Asia seperti Korea dan Jepang. Sedangkan korban berasal dari Sukabumi, Cianjur dan Karawang

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Sumber:Tempo.co
Kategori:GoNews Group, Hukum, Ekonomi, Pendidikan
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/