Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Olahraga
23 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
2
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
Olahraga
19 jam yang lalu
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
3
Ciro Alves Dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Sepakbola
18 jam yang lalu
Ciro Alves Dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
4
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
Olahraga
18 jam yang lalu
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
5
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
Olahraga
18 jam yang lalu
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/
Home  /  Berita  /  Politik

Analisa Laksamana soal Buzzer Politik dan Desakan Penegakkan Hukum Tak Tebang Pilih

Analisa Laksamana soal Buzzer Politik dan Desakan Penegakkan Hukum Tak Tebang Pilih
Ilustrasi. (Istimewa)
Senin, 07 Oktober 2019 11:41 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen, angkat bicara soal buzzer istana maupun buzzer politik yang tengah ramai diperbincangkan di jagat media sosial.

Kabar bahwa Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, telah menyebut para buzzer pendukung Presiden Joko Widodo di media sosial tidak dikomando, dinilai Samuel tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Menurut Samuel, saat ini pemerintah diindikasikan membungkam rakyat dengan cara ilegal.

"Misal dengan membuat lemot medsos WA (Whatsapp), FB (Facebook), twitter dan lain-lain. Bukan karena sinyal jelek, bukan karena paket data mau habis tapi karena ada indikasi kuat IT dimainkan oleh alat kekuasaan negara. Percaya tidak percaya, tapi itulah kenyataannya!," ucap Samuel F Silaen, Senin (7/10/2019).

Namun tambah Samuel, hal tersebut boleh dilakukan asal tidak memberangus hak sipil dalam berdemokrasi. Dan tetap diperlukan perbaikan secara mendasar, misalnya dengan menindak tuntas sampai ke akar, siapapun yang terindikasi kuat dan kasat mata melakukan tindakan radikalisme terhadap masyarakat sipil yang lemah.

"Agar fair tidak tebang pilih, sebab masyarakat awam selama ini dipertontonkan dagelan-dagelan politik kepada masyarakat, ini kontras anomali dalam penegakkan hukum oleh aparat negara. Hukum terkesan tajam masyarakat yang lemah dan tumpul kepada yang kuat. Ini jadi PR (pekerjaan rumah) buat pemerintah di bawah kepemimpinan jokowi jilid II," tegasnya.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Politik, Pemerintahan, Peristiwa, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/