Home  /  Berita  /  GoNews Group

Ancam Demokrasi dan HAM, Penerbitan Perppu Ormas Dinilai Ngawur

Ancam Demokrasi dan HAM, Penerbitan Perppu Ormas Dinilai Ngawur
Direktur Imparsial Al Araf. (tempo.co)
Kamis, 13 Juli 2017 07:58 WIB
JAKARTA - Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas atau Perppu Ormas dinilai terburu-buru, reaktif dan tidak didukung alasan yang kuat.

Penilaian itu diungkapkan Direktur Imparsial Al Araf. ''Pengaturan tentang ormas termasuk pengaturan tentang penjatuhan sanksi sejatinya sudah diatur dalam UU 17 /2013, sehingga tidak ada kekosongan hukum bagi aparat pemerintah untuk menangani kegiatan ormas yang dianggap bermasalah,'' ujar Al Araf lewat keterangan tertulisnya, Rabu, 12 Juli 2017 menanggapi Perppu Ormas, seperti dikutip dari tempo.co.

Ketentuan baru dalam Perppu 2/2017 pun dianggap bisa mengancam demokrasi dan HAM. Salah satu yang disorot Imparsial adalah pasal 82A Perppu. Pasal itu mengatur soal ancaman sanksi pidana kepada pengurus dan atau anggota ormas, baik langsung maupun tidak langsung, yang terbukti melakukan tindakan permusuhan berbasis SARA dan penistaan agama. Sanksi pidananya minimal 5 tahun penjara.

''Perppu ini juga menghapus pendekatan persuasif dalam penanganan ormas yang dianggap melakukan pelanggaran,'' tutur Al Araf.

Imparsial sejatinya mendukung pemerintah dalam menangkal dan menindak ormas-ormas yang aktivitasnya meresahkan masyarakat. Namun, pemerintah didorong untuk tetap berada dalam koridor demokrasi, menghormati HAM, serta prinsip-prinsip negara hukum. ''Ini penting untuk memastikan akuntabilitas kebijakan dan langkah pemerintah, tidak merusak tatanan negara demokratik, dan tidak mengancam kebebasan dan hak asasi manusia.''

Imparsial meminta pemerintah tetap memanfaatkan ketentuan dan mekanisme yang diatur UU 17/2013 soal ormas walau menemukan sejumlah alasan kuat untuk membubarkan ormas tertentu.

''Suatu Ormas tidak bisa serta merta bisa dibubarkan oleh pemerintah, dan bahkan bentuk sanksi pembubaran ditegaskan sebagai langkah terakhir,'' ujar Al araf.

Dinilai Ngawur

Sementara Haris Azhar, pendiri lembaga advokasi hukum dan hak asasi manusia Lokataru, menilai Perppu tersebut ngawur. ''Rezim ini hobi bikin Perppu,'' katanya sembari tertawa.

''Perppu demi  Perppu muncul. Perppu itu hanya untuk keadaan mendesak. Dalam Konstitusi kita disebut sebagai ‘keadaan genting’,'' kata Haris Azhar, mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kepada Tempo, Rabu, 12 Juli 2017. Ia pun lebih khusus kemudian menyikapi soal Perppu Ormas ini.

''Ukuran objektif penerbitan Perppu sudah dijelaskan dalam Putusan MK.  Ada tiga syarat sebagai parameter adanya  ‘kegentingan yang memaksa’ bagi Presiden untuk menetapkan Perppu,'' kata Haris.

Ia kemudian menyebutkan: Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang; Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;   Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Haris tidak menemukan alasan ‘keadaan genting’ atau ‘kegentingan yang memaksa’ itu. Jika itu terkait rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI, menurut Haris,  Pemerintah  RI sampai sekarang tidak pernah menjelaskan dan menguji  di depan hukum, apa masalah HTI dan UU Ormas? Sebagaimana  yang disebutkan dalam keputusan  MK tersebut.

''Jadi, Pemerintah itu ikuti taffsir apa dan siapa?'' kata Haris Azhar.  ''Secara hukum Perppu Ormas ini ngawur. Secara Politis kayaknya ada sesuatu,'' kata dia.

Minta Masyarakat Terima

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta masyarakat menerima Perppu terkait ormas yang baru terbit pada 10 Juli lalu itu.

Menurut dia, Perppu itu dibutuhkan untuk mengantisipasi ancaman, termasuk ideologi yang bertentangan dengan dasar negara. Pembuatan Perppu pun legal dalam rangka menyelesaikan masalah hukum dalam keadaan mendesak, sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 139/PUU-VII/2009.

''Permohonan kami (pemerintah) adalah ayo masyarakat, pakar, pengamat, tokoh, mari terima ini sebagai kenyataan normatif dari pemerintah, karena hak dan kewenangannya ada,'' tutur Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu.

Wiranto pun menegaskan bahwa Perppu 2/2017  atau Perppu Ormas tak dimaksudkan untuk membatasi kegiatan ormas. Dia justru menyebut ormas di tingkat nasional dan daerah yang jumlahnya mencapai 344.039 kelompok itu harus diberdayakan di berbagai bidang kehidupan. ***

Editor:hasan b
Sumber:tempo.co
Kategori:GoNews Group, Politik
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/